Ratu Kalinymat
07.41
hasu5hiroi
, Posted in
Budaya
,
0 Comments
Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Sultan Trenggono, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat.
Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh
(1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat
seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang
mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan,
sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil
menikahi Retna Kencana putri bupati Jepara, sehingga istrinya itu
kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat
menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.
Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio
Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung,
yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.
Kematian Pangeran Kalinyamat
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus
adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta
sepeninggal raja Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat datang menuntut
keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya
memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah
Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di
tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah
tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran
Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah
sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat
menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah
tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi
lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Ratu Kalinyamat Bertapa
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan
itu. Ia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah
tidak akan berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang. Harapan terbesarnya adalah adik iparnya, yaitu Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, bupati Pajang, karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan bupati Jipang.
Hadiwijaya segan menghadapi Arya Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak. Ia pun mengadakan sayembara yang berhadiah tanah Mataram dan Pati. Sayembara itu dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan, berkat siasat cerdik Ki Juru Martani.
Serangan Pertama Ratu Kalinyamat pada Portugis
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya
Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan
Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan
Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut
menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun
Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul
mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur.
Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan
2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal
Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka,
dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil
kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil
meninggalkan Malaka.
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.
Serangan Kedua Ratu Kalinyamat pada Portugis
Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.
Pada tahun 1573,
sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka
kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara.
Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka
bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka.
Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya,
pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal
Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak
perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu,
sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut
Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah
awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang
tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah
menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan
Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".
Pengganti Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.
Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda. Yang
pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu
Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun. Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak. Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Trenggana).
Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih Mangkubumi Kesultanan Banten.
Sumber: .wikipedia.org
0 Response to "Ratu Kalinymat"
Posting Komentar